LSP Penulis & Editor Profesional 2024-09-18

Memaknai Buku

Photo Asesor

Definisi buku dari UNESCO merupakan definisi yang paling sering dikutip sejak dipublikasikan tahun 1964. UNESCO menafikan buku anak dalam definisi itu karena secara umum buku anak kurang dari 49 halaman.

Mengapa 49 halaman? UNESCO juga menafikan brosur atau buklet yang bermuatan iklan sebagai buku. Biasanya brosur yang dapat ditemukan, contohnya di biro jasa perjalanana wisata, tebalnya maksimal 48 halaman serta dicetak dan dijilid seperti buku.

UNESCO perlu membuat definisi buku untuk mendukung riset perbukuan, khususnya buku pendidikan, terutama buku di jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Definisi UNESCO masih menggunakan pendekatan buku cetak karena memang pada masa itu belum ada buku elektronik/digital seperti yang kita kenal sekarang. Buku cetak juga jumlah halamannya pasti berkelipatan 8 atau 16.

Definisi buku secara tradisional dari UNESCO sudah tidak relevan lagi pada masa kini, terutama untuk buku digital. Satu-satunya ciri buku yang masih relevan, yakni bukan terbitan berkala.

Apakah UNESCO mengeluarkan standar ukuran buku? 

Tidak ada data tentang itu. Jika kemudian Dikti mengeluarkan standar ukuran buku perguruan tinggi 15 cm x 23 cm, itu merupakan ukuran custom yang dianggap pas. Namun, ukuran buku tidak dapat distandardisasi hanya satu ukuran. Ada buku yang harus dibuat dalam ukuran besar atau bahkan ukuran persegi sama sisi (square).

Secara internasional, ukuran buku menggunakan standar ISO, seperti A6 (saku), A5, A4, dan B5. Jadi, keliru juga yang menyebut ukuran 15 cm x 23 cm adalah standar UNESCO.

Apakah ketebalan buku ilmiah juga ada standarnya? Misalnya, berapa ketebalan minimal buku ajar, monografi, dan buku referensi? Tidak ada ketentuan tentang ketebalan, kecuali lembaga seperti universitas/perguruan tinggi atau Dikti (Direktorat Pendidikan Tinggi) sendiri membuat pembatasan yang relevan berdasarkan bobot materi.

 

Penulis: Bambang Trim

*Penulis adalah akademisi dan praktisi di industri penulisan dan penerbitan dengan pengalaman 30 tahun. Ia telah menulis 300+ buku dan menyunting ribuan naskah buku. Ia juga menjadi perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Direktur LSP Penulis dan Editor Profesional; Anggota Komite Penilaian Buku Teks di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek; dan pendiri Institut Penprin.

  • Share: